Kali ini newsletter saya adalah tentang 'hobi' saya mengkoleksi koin mata uang asing. selamat menikmati....
KOLEKTOR KEBETULAN
Oleh Agung Basuki
Setiap kali membuka laci meja terbawah di ruang kerja saya di rumah, saya senantiasa melihat setumpuk koin yang hampir 'menguasai' 80% dari seluruh kapasitas laci tersebut. Karena bobotnya yang lumayan berat itulah, maka koleksi saya itu saya taruh di laci terbawah.
Jika saya menyebut kata 'koleksi' untuk koin-koin tersebut, bukan berarti saya dengan sengaja melakukan kegiatan mengumpulkan satu demi satu koin-koin yang sekarang ini saya miliki. Semuanya terjadi begitu saja, just like that.
Bermula dari perjalanan ke luar negeri pertama saya tujuhbelas tahun yang lalu, cerita saya sebagai seorang 'kolektor (koin) kebetulan' dimulai.
Saat itu saya baru saja dinyatakan lulus dari ujian akhir SMA dengan nilai yang cukup 'hancur lebur', dan sebagai apresiasi atas keberhasilan saya lolos dari 'lubang jarum', kedua orang tua saya menghadiahkan sebuah paket perjalanan ke Eropa selama 3 minggu penuh, bergabung dalam sebuah grup tur mengunjungi 12 negara.
Saya jelas senang sekali mendapat hadiah istimewa tersebut. Apalagi kedua orang tua saya juga membekali dengan sejumlah uang saku yang lebih dari cukup.
Seperti diketahui, Eropa di awal tahun 1990-an masih 'terpisah-pisah'. Tidak seperti sekarang di mana sebagian besar negara di Eropa Barat sudah menggunakan mata uang tunggal – Euro, di masa itu negara-negara di Eropa masih menggunakan mata uangnya masing-masing. Prancis dengan France Franc-nya, Belanda dengan Gulden-nya, atau Italia dengan Lira-nya. Sebagai first-time overseas traveler (yang langsung ke Eropa!), saya cukup bingung dengan fenomena tersebut. Setiap kali masuk ke satu negara, saya harus menukarkan uang dolar Amerika saya ke mata uang lokal. Dua belas negara, berarti dua belas mata uang yang berbeda. Untuk uang yang berbentuk bank-note (alias uang kertas), saya relatif tidak mengalami masalah berarti. Namun tidak demikian dengan uang receh (koin), saya kesulitan sekali membedakan koin negara-negara tersebut, apalagi bentuk dan ukurannya hampir mirip satu sama lain. Akibatnya, setiap kali saya melakukan transaksi (seperti membeli minuman dan snack di kedai kopi atau membeli souvenir di pedagang kaki lima) saya selalu menggunakan uang kertas, agar transaksi dapat berlangsung lebih cepat. 'Efek' sampingnya, saya jadi sering menerima uang kembalian dalam rupa…. uang receh. Setiap kali menerima uang kembalian, saya langsung memisahkannya. Uang kertas saya masukkan ke dompet, sementara uang receh, saya masukkan ke saku celana, saku jaket atau tas pinggang tanpa menghitungnya terlebih dahulu. Maklum, I was too excited at that time, so that I became so reckless.
Perjalanan keliling Eropa selama 3 minggu, mengunjungi 18 kota di 12 negara memang sebuah pengalaman yang indah. Namun harus saya akui bahwa perjalanan itu menguras tenaga dan melelahkan lantaran padatnya jadwal acara yang harus kami jalani, sehingga seringkali saat tiba di hotel, saya sudah dalam kondisi amat lelah dan mengantuk dan langsung 'menubruk' ranjang. Langsung tidur, tanpa sempat melakukan hal-hal lainnya apalagi memeriksa kantong celana, kantong jaket ataupun tas pinggang.
Ketika kembali ke tanah air setelah perjalanan berakhir, saat hendak mencuci pakaian-pakaian kotor, terlebih dahulu saya memeriksa kantong-kantong celana, kemeja dan jaket. Betapa kagetnya saya saat menemukan begitu banyak koin ada diantara pakaian-pakaian tersebut. Ketika iseng-iseng saya timbang, berat koin-koin tersebut mencapai hampir tiga kilogram yang berasal dari 17 negara berbeda. 17 negara?! Ya, bisa saja ketika saya sedang berbelanja, si penjual memberi kembalian dalam beberapa mata uang sekaligus. Bisa saja ketika membeli souvenir di Roma, si penjual memberi kembalian uang receh dalam Rubel Rusia daripada Lira Italia. Apalagi saya tidak pernah memeriksa dan menghitungnya terlebih dahulu. Dan meski mereka berlaku jujur dengan memberikan uang kembalian yang benar, toh saya juga tidak mengerti.
Mengetahui bahwa saya sudah membawa pulang koin asing dalam jumlah banyak, saya berniat menukarkannya ke bank. Sayangnya, bank di Indonesia (maupun money changer) tidak menerima penukaran mata uang asing berbentuk pecahan koin. Akhirnya, saya bertekad untuk membawa koin-koin tersebut jika saya kembali ke Eropa di lain kesempatan.
Pekerjaan yang beberapa tahun belakangan ini saya tekuni sebagai seorang tur leader khususnya untuk wilayah Eropa, memang memberikan saya kesempatan untuk bolak-balik pergi ke berbagai negara di sana. Meski setiap kali hendak bepergian saya selalu bertekad membawa serta koin-koin tersebut untuk saya pergunakan di sana, namun setiap kali saya selalu kelupaan. Akibatnya, koleksi koin saya semakin bertambah dari hari ke hari.
Istri saya tak bosan-bosan mengingatkan saya untuk selalu memeriksa isi kantong celana, kemeja dan jaket yang saya kenakan setiap hari sebelum pergi tidur dan memasukkannya dalam sebuah kantong khusus koin yang saya bawa ke manapun saya pergi. Suatu ketika dia bahkan sempat membuat sebuah kantong khusus koin yang dia hadiahkan di hari ulang tahun saya untuk mengakomodasi sarannya tersebut. Memang setiap saya pergi, saya tidak pernah lupa membawa kantong koin hadiah istri saya tersebut (mana berani saya lupa untuk tidak membawanya….), namun seringkali kantong koin tersebut tetap pada tempatnya, atau bahkan terselip diantara barang-barang bawaan saya di dalam koper. Dan koleksi koin saya terus bertambah!
Ketika Eropa pada akhirnya 'bersatu' di awal tahun 2001 di mana ada 15 negara pada saat itu mulai menggunakan mata uang tunggal Eropa – Euro, menggantikan segala bentuk mata uang lokal di tiap negara, koin-koin yang sudah saya kumpulkan selama ini menjadi koleksi barang 'antik'. Memang ada masanya pemerintah di ke-15 negara pengguna Euro memberi kesempatan untuk menukarkan mata uang lama dengan Euro. Namun jika saya harus pergi ke setiap bank di 15 negara yang berbeda untuk sekedar menukarkan uang receh, I didn't think it's a good idea.
Baru-baru ini saya menyempatkan diri untuk menghitung 'nilai' dari 9,268 koin dari 27 negara Eropa koleksi saya terhadap dolar Amerika (dengan menggunakan yahoo currency converter), dan betapa terkejutnya saya ketika mengetahui bahwa 'koleksi' saya selama belasan tahun ini ternyata bernilai …. hampir 1000 dolar Amerika!
Beberapa teman pernah mengatakan bahwa mengoleksi koin kuno tidak akan membuat saya rugi. Nilainya akan bertumbuh sejalan dengan waktu, apalagi di dunia ini terdapat begitu banyak orang yang suka mengkoleksi mata uang (koin) antik. Saya berharap apa yang dikatakan teman saya tadi benar. Harapan saya sih, setidaknya 15 tahun dari sekarang Hungarian Forint atau eks-Belgian Franc milik saya bakal bernilai 10 kali lipat dari nilainya saat ini.
Agung Basuki